Pemilihan mahasiswa (Pemilwa) tahun ini kembali digelar, namun justru memunculkan tanda tanya di kalangan mahasiswa. Minimnya jumlah calon dan tidak adanya kampanye terbuka menjadi dua hal yang ramai diperbincangkan, baik secara langsung maupun di media sosial kampus. Beberapa siswa bahkan mengaku tidak tahu soal jadwal, nama calon, hingga mekanisme pemilwa itu sendiri.
Padahal, pada hari Rabu (28/5) lalu, debat dan dialog calon gubernur sempat dilaksanakan di depan halaman Perpustakaan Unisnu Jepara. Dalam kesempatan itu, calon tunggal, yaitu M. Faiq Qushoyyi dan M. Shandy Ishak Maulana, menyampaikan visi dan misinya sekaligus menjawab pertanyaan dari panelis yang terdiri dari Wakil Dekan III, Dr. Muhammad Natsir, SS, M.Pd. Gubernur mahasiswa aktif, M. Isya Parawansyah, dan Ketua RTIK (Rayon Tarbiyah dan Ilmu Keguruan), Rangga Raihan Saputra.
Namun sayangnya, acara ini hanya dihadiri oleh sedikit siswa. Beberapa mengaku tidak mengetahui adanya acara, ada yang berhalangan karena kelas berlangsung di jam yang sama, dan ada pula yang memang kurang peduli terhadap Pemilwa.
Salah satu mahasiswa, menyampaikan bahwa pemilwa dengan calon tunggal terasa kurang bermakna. Meski begitu, ia tetap menekankan pentingnya sosialisasi kepada mahasiswa.
“Kalau calonnya cuma satu mending nggak usah, karena cuma itu doang. Tapi mahasiswa juga perlu tahu siapa calonnya dan visi-misinya, walaupun hanya satu,” ujarnya.
Pendapat senada disampaikan oleh NY, yang merasa pemilwa kehilangan esensinya ketika mahasiswa tidak diberi pilihan.
"Kalau nggak ada lawannya, jadi kayak nggak ada pilihan. Ya udah lah, ngapain ada pemilu kalau nggak ada lawannya, buang-buang waktu. Tapi tetap, seharusnya kita tahu visi misi mereka dulu, baru bisa nentuin, mau golput atau nggak," katanya.
Sementara itu, NZ, justru melihat sisi penting dari pemilwa meski hanya diikuti satu calon. Menurutnya, jumlah suara dan partisipasi tetap bisa menjadi indikator seberapa layak calon pemimpin tersebut.
“Menurutku yaaa, pemilu tetep penting walaupun hanya satu calon, soalnya bisa jadi ukuran, berapa banyak yang setuju atau nggak. Tapi jujur, agak aneh sih, namanya pemilu kok hanya satu pilihan, kayak kurang greget. Aku nggak ngikutin banget, tapi tetep perlu sih, buat jaga demokrasi kampus,” ungkapnya.
NZ juga menambahkan bahwa kampanye tetap diperlukan, meskipun hanya ada satu paslon.
“Setauku banyak yang kayak aku, nggak ngikutin pemilwa, bahkan nggak tahu ada pemilihan. Kalau paslon-nya kampanye, minimal kita jadi tahu visi-misinya dan yakin mereka layak memimpin. Pemilwanya jadi rame juga.”
Menurutnya, informasi soal calon baru diketahui dari unggahan Instagram KPUM dan beberapa poster yang sempat ia lihat di kampus. Ia berharap yang terpilih nantinya bisa menjalankan amanah dengan serius.
“Harapanku ya bisa amanah, ngerjain diposting dengan serius.”
Comments
Post a Comment